A.
LATAR
BELAKANG ORDE LAMA
adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan system ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer . Presiden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan system ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer . Presiden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
B.
A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa, dan negara untuk melaksanakan
tugas sebagaimana yang di amanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945, yaitu
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia memajukan
kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban
dinia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Negara”.
Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memicu peningkatan
kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat
dengan bangsa lain yang maju.
Berbagai macam prospek pembangunan telah dilakukan
dari Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reforasi untuk terus mendorong
kesejahtraan dan kemajuan bangsa kea rah yang lebih baik, dalam hal ini
pembangunan nasional juga harus dimulai dari,oleh, dan untuk rakyat,
dilaksanakan diberbagai aspek kehidupan bangsa yang meliputi politik, ekonomi,
sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan.
Pembangunan nasional pada dasarnya sangat membutuhkan
kesinergian antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
dalam pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing,
serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan
pemerintah harus saling menunjang, saling mengisi, saling melengkapi dalam
memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.
B. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan ini agar dapat memahami suasana
dan arah pembangunan nasional yang telah dilakukan dari masa Orde Lama, Orde
Baru hingga masa Reformasi yang terus menumpu kemajuan nasional yang lebih
baik.
Tujuan lain dari penulisan ini juga agar dapat
menambah wawasan masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan
beradap atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, tertib, bersahabat, bersatu, aman,
damai dan sejahtera.
BAB II ISI
A. Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia
1. Orde Lama
Pada era Orde Lama, masa pemerintahan presiden Soekarno antara tahun
1959-1967, pembangunan dicanangkan oleh MPR Sementara (MPRS) yang menetapkan
sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional:
- TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara
- TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969,
- Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dengan dasar perencanaan tersebut membuka peluang dalam melakukan
pembangunan Indonesia yang diawali dengan babak baru dalam mencipatakan iklim
Indonesia yang lebih kondusip, damai, dan sejahtera. Proses mengrehablitasi dan
merekontruksi yang di amanatkan oleh MPRS ini diutamakan dalam melakukan perubahan
perekonomian untuk mendorong pembangunan nasional yang telah didera oleh
kemiskinan dan kerugian pasca penjajahan Belanda.
Pada tahun 1947 Perencanaan pembangunan di Indonesia diawali dengan
lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947 ini
masih mengutamakan bidang ekonomi mengingat urgensi yang ada pada waktu itu
(meskipun di dalamnya tidak mengabaikan sama sekali masalah-masalah nonekonomi
khususnya masalah sosial-ekonomi, masalah perburuhan, aset Hindia Belanda, prasarana
dan lain lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial). Tanpa perencanaan
semacam itu maka cita-cita utama untuk “merubah ekonomi kolonial menjadi
ekonomi nasional” tidak akan dengan sendirinya dapat terwujud. Apalagi jika
tidak diperkuat oleh Undang-Undang yang baku pada masa itu.
Sekitar tahun 1960 sampai 1965 proses sistem perencanaan pembangunan
mulai tersndat-sendat dengan kondisi politik yang masih sangat labil telah
menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada upaya pembangunan untuk memperbaiki
kesejahtraan rakyat.
Pada masa ini perekonomian Indonesia berada pada titik yang paling suram.
Persediaan beras menipis sementara pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk
mengimpor beras serta memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Harga barang membubung
tinggi, yang tercermin dari laju inflasi yang samapai 650 persen ditahun 1966.
keadaan plitik tidak menentu dan terus menerus bergejolak sehingga proses
pembangunan Indonesia kembali terabaikan sampai akhirnya muncul gerakan
pemberontak G-30-S/PKI, dan berakir dengan tumbangnya kekuasaan presiden
Soekarno.
2.Orde Baru
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia
(G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1
Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang
memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu
untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat
yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam
program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu
diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional.
Pada era Orde Baru ini, pemerintahan Soeharto menegaskan bahwa kerdaulatan
dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang
sosial budaya. Tekad ini tidak akan bisa terwujud tanpa melakukan upaya-upaya
restrukturisasi di bidang politik (menegakkan kedaulatan rakyat, menghapus
feodalisme, menjaga keutuhan teritorial Indonesia serta melaksanakan politik
bebas aktif), restrukturisasi di bidang ekonomi (menghilangkan ketimpangan ekonomi
peninggalan sistem ekonomi kolonial, menghindarkan neokapitalisme dan
neokolonialisme dalam wujudnya yang canggih, menegakkan sistem ekonomi
berdikari tanpa mengingkari interdependensi global) dan restrukturisasi sosial
budaya (nation and character building, berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan
Pancasila serta menghapuskan budaya inlander).
Pada masa ini juga proses pembangunan nasional terus digarap untuk dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pendapatan
perkapita juga meningkata dibandingkan dengan masa orde lama.
Kesemuanya ini dicapai dalam blueprint nasional atau rencana
pembangunan nasional. Itulah sebabnya di jaman orde lama kita memiliki
rencana-rencana pembangunan lima tahun (Depernas) dan kemudian memiliki pula Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Delapan-Tahun (Bappenas). Di jaman orde baru kita
mempunyai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I, Repelita II, Repelita
III, Repelita IV, Repelita V,dan Repelita VII (Bappenas).
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter
tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring
dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin
merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan
sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul
demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran
adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran
dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa
Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti. Keempat
mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”.
Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga
akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi.
Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
3. Reformasi
Setelah terjadi berbagai goncangan ditanah air dan berbagai tekanan rakyat
kepada presiden Soeharto, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor
perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Selain itu pada masa ini juga memberi kebebasan dalam menyampaikan
pendapat, partisipasi masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari
munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat
bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan
dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi
dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha
Penerbitan (SIUP).
Dengan hadirnya reformasi pembangunan dapat di kontrol langsung oleh
rakyat, dan kebijakan pembangunanpun didasari demokrasi yang bebunyi dari, oleh
dan untuk rakyat, sehingga dengan dasar ini partisipasi rakyat tidak terkekang
seperti pada masa orde baru,kehidupan perekonomian Indonesia dapat didorong
oleh siap saja.
Selain pemabangunan nasional pada masa ini juga ditekankan kepada hak
daerah dan masyarakatnya dalam menentukan daerahnya masing-masing, sehingga
pembangunan daerah sangat diutamakan sebagaimana dicantumkan dalam
Undang-Undang no 32/2004,Undang-Undang 33/2004, Undang-Undang 18/2001 Untuk
pemerintahan Aceh, Undang-Undang 21/2001 Untuk Papua. Keempat undang-undang ini
mencerminkan keseriusan pusat dalam melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah
dan rakyat di daerah agar daerah dapat menentukan pembangunan yang sesuai
ratyatnya inginkan.
B. Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan
1. Orde Lama
Masa pemerintahan Soekarno kebijakan ekonomi pembangunan masih sangat
labil, yang didera oleh berbagai persoalan antaranya pergejolakankan politik
yang belum kondusif dan juga system pemerintahan yang belum baik, sehingga
berdampak pada proses pengambilan kebijakan.
a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
- Kas negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,
antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan
tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian
merupakan sumber kekayaan).
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain
:
- Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di
masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.Tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena
pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
YANG TERJADI PADA PERIODE ORDE LAMA
1. Terjadinya jatuh bangun kabinet dan penyimpangan terhadap UUD’45
danpemberlakuan UUDS’50.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutuppintu perdagangan luar negeri RI.
3. Rentang tahun 1948 dan tahun 1962 terjadi pemberontakan Darul Islam
melawanpemerintah pusat. Serangan pemberontakan bersenjata yang berideologi
Islam di Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh
4. Keadaan dalam negeri yang tidak kondusif, terlebih lagi karena
adanyapemberontakan G30S PKI.PERIODE ORDE BARU
1. Pemerintah merupakan penguasa yang otoriter dan anti demokrasi
sertakebebasan pers yang sangat terbatas, diwarnai dengan banyaknya media
persyangdibredel
.2. Terjadinya krisis moneter yang berdamapak bangkrutnya banyak
perusahaan.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme di lembaga pemerintahan
sehinggamengancam terjadi krisis politik.
Pada masa orde lama ada dua pelaksanaan
- Masa demokrasi leberal
- Masa demokrasi terpimpin
1. Masa demokrasi liberal
Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Demokrasi pada masa itu telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik. Ketegangan politik demokrasi liberal atau parlementer disebabkan hal-hal sebagai berikut:
Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Demokrasi pada masa itu telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik. Ketegangan politik demokrasi liberal atau parlementer disebabkan hal-hal sebagai berikut:
- Dominanya politik aliran maksudnya partai politik yang sangat mementingkan kelompok atau alirannya sendiri dari pada mengutamakan kepentingan bangsa
- Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah
- Tidka mampunya para anggota konstituante bersidang dalam mennetukan dasar negara.
Presiden sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3
keputusan yaitu:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak berlakunya UUDS 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPRS
Dengan turunnya dekrit presiden berakhirlan masa demokrasi parlementer atau demokrasi liberal.
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak berlakunya UUDS 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPRS
Dengan turunnya dekrit presiden berakhirlan masa demokrasi parlementer atau demokrasi liberal.
2. Masa demokrasi terpimpin
Menurut Ketepan MPRS no. XVIII/MPRS /1965 demokrasi trepimpin adalah kerakyatan yang dipimpn oleh hikmat kebijaksamaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi terpimpin merupakan kebalikan dari demokrasi liberal dalam kenyataanya demokrasi yang dijalankan Presiden Soekarno menyimpang dari prinsip-prinsip negara demokrasi.
Penyimpanyan tersebut antara lain:
Menurut Ketepan MPRS no. XVIII/MPRS /1965 demokrasi trepimpin adalah kerakyatan yang dipimpn oleh hikmat kebijaksamaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi terpimpin merupakan kebalikan dari demokrasi liberal dalam kenyataanya demokrasi yang dijalankan Presiden Soekarno menyimpang dari prinsip-prinsip negara demokrasi.
Penyimpanyan tersebut antara lain:
- Kaburnya sistem kepartaian dan lemahnya peranan partai politik
- Peranan parlemen yang lemah
- Jaminan hak-hak dasar warga negara masih lemah
- Terjadinya sentralisasi kekuasaan pada hubungan antara pusat dan daerah
- Terbatasnya kebebasan pers sehingga banyak media masa yang tidak dijinkan terbit.
Akhirnya dari demokrasi terpimpin memuncak dengan adanya pemberontakan G 30
S / PKI pada tanggal 30 September 1965. Demokrasi terpimpin berakhir karena
kegagalan presiden Soekarno dalam mempertahankan keseimbangan antara kekuatan
yang ada yaitu PKI dan militer yang sama-sama berpengaruh. PKI ingin membentuk
angkatan kelima sedangkan militer tidak menyetujuinya. Akhir dari demokrasi
terpimpin ditandai dengan dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966 dari
Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
Pada era orde lama (1955-1961), situasi negara Indonesia diwarnai oleh
berbagai macam kemelut ditngkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau
(chaos) dan persaingan diantara elit politik dan militer akhirnya memuncak pada
peristiwa pembenuhan 6 jenderal pada 1 Oktober 1965 yang kemudian diikuti
dengan dengan krisi politik dan kekacauan sosial. Pada massa ini persoalan hak
asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh
dari harapan.
Unsur-unsur Penegakan Dremokrasi
Unsur-unsur Penegakan Dremokrasi
- Negara hukum
- Masyarakat madani
- Infrastruktur politik (parpol, kelompok gerakan, kelompok kepentingan, kelompok penekan)
- Pers yang bebas dan bertanggung jawab
Ciri-ciri sistem pemerintahan
parlementer
- Kekuasaan legislatif lebih kuat dari pada kekuatan ekspekutif
- Meteri-menteri (kabinet) harus mempertanggungjawabkan tindakan kepada DPR
- Program kebijaksanaan kabinet harus disesuaikan dengan tujuan politik sebagian anggota parlemen
Politik Luar Negeri Masa Orde Baru
Menyebut Gerakan Tiga Puluh September (G-30-S), tanpa menyertakan nama
Partai Komunis Indonesia (PKI), rupanya selalu membuat gatal telinga sastrawan
Taufik Ismail. Atas desakkannya (dan tentunya segolongan orang semacam beliau),
Departemen Pendidikan Nasional membatalkan kurikulum pengajaran sejarah tahun
2004 dan menarik buku-buku pelajaran sejarah. Taufik Ismail dikabarkan juga,
telah menerbitkan sebuah buku yang isinya diperkirakan membeberkan “dosa-dosa”
komunisme. Belakangan, Nurmahmudi Ismail, walikota Depok, ikut serta dalam
gerakan ini. Ia memelopori pembakaran buku-buku sejarah tersebut di wilayahnya.
Langkah-langkah politik yang dilakukan Taufik Ismail, Nurmahmudi Ismail,
Bambang Soedibyo dan ratusan nama birokrat Kejaksaan Agung dan Pemerintah
Daerah yang melakukan tindakan yang sama, menunjukkan sebuah reaksi balik atas
upaya pelurusan sejarah yang dilakukan oleh beberapa orang di kalangan ahli
sejarah. Bahkan, seorang pejabat Departemen Pendidikan Nasional, diperiksa
dengan tuduhan kriminal karena “menggelapkan” kata PKI dari buku sejarah.
Rangkaian peristiwa tersebut menjadi penting untuk dibahas kembali pada
bulan Oktober ini. Bukan hanya karena jumlah korban yang jatuh dalam
pembantaian massal setelah 1 Oktober 1965. Ataupun membahas pelurusan sejarah
dan topik seputar siapa yang salah dan benar dalam tanggal itu. Lebih dari itu,
karena signifikansi dari reaksi yang muncul terhadap upaya pelurusan sejarah
1965. Mengapa begitu keras reaksi tersebut, di saat sudah berpuluh-puluh tahun
“ancaman” komunisme tidak kunjung terbukti di berbagai belahan dunia? Mengapa
sebuah versi sejarah yang relatif netral terhadap pihak-pihak yang berkonflik
pada 1965, yang seharusnya menjadi versi ideal bagi sebuah negara yang
menyatakan dirinya “netral terhadap kepentingan-kepentingan SARA,” malah
diberangus?
BAB III
A. Kesimpulan
Proses pembangunan nasional merupakan suatu
kegiatan yang terus menerus dan menyeluruh dilakukan mulai dari penyusunan
suatu rencana, penyususnan pogram, kegiatan pogram, pengawasan sampai pada
pogram terselesaikan.
Dari penjelasan diatas sebagai arah perjalanan
pembangunan Indonesia, arah tersebut telah menciptakan berbagai pembaharuan-pembaharuan
untuk terus menuju ke kesejahteraan rakyat. Catatan-catatan diatas ini tidak
lain dimaksudkan agar setiap tindakan pembangunan secara langsung atau tidak
lansung dilaksanakan demi meningkatkan kecerdasan dan kemakmuran rakyat banyak.
Khususnya dalam meningkatkan perekonomian Indonesia yang lebih baik.
Sistem kebijakan pembangunan di Negara Indonesia
sudah menunjukkan perbaikan ke arah yang lebih demokratis ada pasca Reformasi.
Paling tidak ada masa reformasi ini, semua proses pembangunan baik pusat maupun
daerah dituntut supaya harus melibatkan publik dalam proses perencanaan,
pelaksanaan hingga pengawasannya.
Artinya partisipasi aktif masyarakat sipil sangat
diperlukan dalam proses pembangunan negara baik di tingkat pusat maupun daerah
provinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung. Hal ini menuntut kesadaran dan
semangat masyarakat sipil seutuhnya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia
yang turut bertanggung jawab dalam proses pembangunan.
Dari Orde Lama hingga era Reformasi pembangunan
Indonesia terus menciptakan suasana yang kondusif, damai, aman, dan sejahtera.
Dari segi birokrasi perubahan periode ke periode selanjutnya semakin menonjol
peran masyarakat dalam pembangunan republik ini.
B. Kritik & Saran
Pergolakan pembangunan Indonesia telah menciptakan
urgensi-urgensi kehidupan yang mendera perekonomian Indonesia, bahkan berbagai
persoalan konflik elit politik terjadi belum bias terealisasikan sampai saat
ini. Persoalan-persoalan ini terjadi tentu berdampak besar pada proses perencanaan
pembangunan kearah yang lebih baik, namun pada penulisan ini perlu disampaikan
bahwa taraf perekonomian Indonesia masih jauh dari yang kita harapkan, warisan
hutang luar negeri masih harus dibayar.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa
harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia bebas dari
kemiskinan, harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset
Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan
bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat
umumnya.
0 komentar:
Posting Komentar